Mulanya mimpi ini sederhana saja.
Hanya ingin mengekalkan senyum dua mata cinta, ayah dan ibu. Mengingat,
telah begitu banyak butiran peluh yang menguap dari tubuhmu. Belum
lagi pedih dan getir yang kalian redam diam-diam. Semuanya tergadaikan,
agar diri ini selalu dalam kebaikkan.
Terhadap Ayah…
Maafkan aku, bila kala kecil dulu kerap keliru menilai cintamu. Aku lupa, bahwa selain sulit merapal aksara, kau juga canggung mengekspresikan cinta. Saat
kukabarkan cerita yang semestinya membuatmu bahagia, Kau lebih banyak
diam. Senyummu hanya sekedarnya saja. Sungguh betapa kelirunya diri ini.
Bukankah semestinya aku paham. Bahwa kalau itu kau sedang letih, bukan
saatnya untuk bercanda.
Tapi begitulah dirimu, kau tetap upayakan mengulum senyum agar aku tak
kecewa. Namun, diri ini lagi-lagi keliru menilai cintamu. Sebaris
senyummu rasanya tak cukup. Aku mendiamkanmu berharap kau menyapa,
menanyakan kembali cerita yang baru saja terucap, memohon maaf atas kekeliruanmu itu. Namun kau tetap kukuh mendiamkanku, membiarkanku dalam kepiluan.
Kini, baru kusadari. Bahwa kala itu sebenarnya kau ajarkan aku untuk
dewasa serta memaknai arti kecewa. Ayah, terima kasih. Kau ajarkan aku
arti hidup dalam sikapmu. Kau dididik diri ini dalam isyarat cintamu
yang tersembunyi.
Terhadap Ibu…
Sungguh kasih sayangmu tak bertepi. Kau selalu punya cara untuk
menghangatkan jiwaku. Kau redam rasa takutku dalam pilihan kalimatmu
yang bijak. Bila diri ini salah dalam berprilaku, kau meluruskannya tak
hanya dengan nasehat, tapi juga dalam keteladananmu.
Akan tetapi, entah betapa sering diri ini keliru membaca kehendakmu.
Tak pernah paham kerinduanmu terhadap diri ini seperti apa?
Ibu, mengenang jasamu selalu saja mengharukan. Bahkan untuk menuliskannya pun dada ini sesak, tak kuasa menahan keharuan. Kau adalah butiran cinta yang terlalu bening. Hingga pantaslah Rasulullah isyaratkan, bahwa ada syurga di bawah telapak kakimu.
Inilah persembahan cintaku, untuk kalian wahai dua mata cintaku. Ayah dan ibu.
Sungguh, ini hanyalah satu dari sekian banyak rencana kebajikan yang
ingin kupersembahkan untuk kalian. Karenanya, biarlah diri ini terus
menyapa di ruang hatimu. Di sebuah ruang cinta, yang selalu lebih
hangat dari yang kuduga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar